TNI/POLRI TAK PUNYA HAK PILIH PADA 2014
Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu DPR tidak akan melanjutkan pembahasan mengenai dikembalikannya hak pilih bagi TNI/Polri pada Pemilu 2014. Anggota Pansus RUU Pemilu DPR dari Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, sikap ini diambil sebagai tindak lanjut dari pernyataan TNI dan Polri yang mengaku belum siap mempergunakan hak tersebut dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) beberapa waktu lalu. "Pansus telah mengundang TNI/Pori untuk mendengarkan pandangan mereka. Namun, dengan iklim demokrasi sekarang, mereka menolak mempergunakan hak pilih itu," ungkap Nurul.
Menurutnya,alasan ketidaksiapan TNI/Polri menggunakan hak pilihnya karena mereka khawatir akan terjadi perpecahan internal dan muncul kubu-kubuan. TNI/Polri juga khawatirmasyarakatbelumbisa menerima keterlibatan mereka secara aktif dalam pemilu. Golkar, lanjut Nurul, berpandangan bahwa diskursus ini sudah perlu dikemukakan. Jika TNI/Polri belum siap pada Pemilu 2014, penggunaan hak pilih ini masih perlu diwacanakan pada Pemilu 2019. "Kalau demokrasi kita sudah matang dan TNI Polri juga sudah ada jaminan profesionalitas, tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan keterlibatan anggota mereka dalam memberikan hak politiknya," jelas Nurul.
Dengan demikian, kata dia, keterlibatan TNI/Polri dalam ajang demokrasi lima tahunan ini hanya sebatas pengamanan dan diperbantukan dalam operasional. Dia mencontohkan, untuk Polri peranannya jelas sebagai keamanan. Sementara untuk TNI,mereka bisa diperbantukan untuk pengiriman logistikdanoperasionalpemilu. Sementara itu,Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, dari hasil RDPU dengan TNI/Polri, pihaknya mendapatkan gambaran bagaimana alokasi anggaran untuk dua lembaga tersebut dalam fungsi diperbantukan pada penyelenggaraan pemilu.
Kemungkinan, alokasi anggaran yang untuk TNI Polri tidak disatukan dengan anggaran penyelenggaraan pemilu. Untuk TNI masuk anggaran Kementerian Pertahanan, sedangkan untuk Polri,ada penambahan anggaran demi pembiayaan keamanan pemilu. "Keterlibatan mereka sebatas untuk menyukseskan pesta demokrasi agar berjalan aman dan lancar," katanya. The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menilai pemulihan hak pilih bagi TNI baru dapat dilakukan setelah merevisi UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer.
Hal ini untuk memberikan jaminan peradilan yang independen bila terjadi penyimpangan oleh anggota TNI.Karenanya, Imparsial mendukung TNI/Polri tidak memiliki hak pilih pada Pemilu 2014. Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, pemberian hak pilih bagi TNI dan Polri tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Perlu kajian mendalam dengan mempertimbangkan berbagai faktor. "Hal yang paling penting adalah kerangka reformasi TNI di mana penempatan anggota TNI sebagai warga negara yang sama dengan warga negara lainnya di hadapan politik dan hukum merupakan suatu keharusan," ujar dia.
Sistem Pemilu
Sementara itu,Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa memandang, pembahasan sistem pemilu yang akan dipakai jauh lebih penting daripada parpol-parpol meributkan angka parliamentary threshold. Dia mengatakan, pihaknya lebih mementingkan bagaimana sistem pemilu yang lebih sederhana akan bisa mengurangi peluang terjadinya kecurangan. "Unsur keterwakilan itu harus dipertahankan. Jangan sampai kemudian pemilu ini tidak melahirkan tingkat keterwakilan yang tinggi. Saya tidak bicara PT harus berapa. PPP akan melihat sistem mana yang menjamin keterwakilannya itu lebih tinggi. Itu yang penting," tegasnya.
www.seputar-indonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar