Selasa, 13 Juli 2010

Taranis, Jet Tempur UAV Masa Depan Rancangan Inggris

Taranis, Jet Tempur UAV Masa Depan Rancangan Inggris. Pilot sering kali disebut-sebut sebagai titik paling lemah pada sebuah pesawat tempur. Pilot yang terluka pada saat pertempuran atau kehilangan kesadaran karena gaya gravitasi melebihi kemampuannya bisa berakibat fatal. Mungkin karena alasan ini maka departemen pertahanan Inggris merancang jet tempur tanpa awak, Taranis. Jet tempur Taranis seharga Rp.1,9 triliun per unit ini disebut-sebut sebagai pesawat tempur nir-awak masa depan.
Taranis. PROKIMAL ONLINE Kotabumi Lampung Utara
Taranis
Taranis pesawat tempur masa depan

Departemen Pertahanan Inggris memamerkan prototipe Taranis, pesawat tempur tanpa awak terbaru, setelah dirancang selama tiga juta jam kerja. Taranis yang diambil dari nama nama Dewa Petir Celtic adalah sebuah konsep yang dirancang sebagai pesawat temput berdaya jelajah jauh. Menteri Pertahanan Inggris Gerlad Howarth mengatakan pesawat seharga £142 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun per unit ini merupakan desain dan teknologi terbaik Inggris. Menurut jadwal, Taranis akan melakukan uji terbang pada awal tahun 2011.

Taranis adalah langkah awal pengembangan pesawat tempur tanpa awak yang mampu menyerang jauh ke dalam jantung pertahanan lawan. Sebenarnya pesawat tempur tanpa awak seperti ini sudah pernah digunakan seperti MQ-1 Predator yang dipersenjatai misil Hellfire. Namun, kelemahan pesawat MQ-1 adalah hanya bisa digunakan ketika wilayah udara sudah berhasil dikuasai.

Kelebihan Taranis adalah pesawat ini nyaris tak terdeteksi radar, dirancang untuk melaju dalam kecepatan jet serta mampu menjelajahi jarak yang cukup jauh. Pesawat ini juga dirancang untuk mengumpulkan data intelijen, melakukan pengawasan dan pengintaian di wilayah musuh dengan menggunakan sensor yang ada di dalamnya. Taranis juga dirancang mampu membawa persenjataan termasuk bom dan misil. Sehingga pesawat ini memiliki daya serang yang sangat mumpuni. Hebatnya lagi, Taranis bisa dikendalikan dari manapun dengan menggunakan komunikasi satelit.

Manusia masih diperlukan

Isu soal menghilangkan peran pilot dari sebuah pesawat terbang telah menjadi isu kontroversial sejak lama. Kontroversi ini semakin hangat setelah pesawat tanpa awak pertama mulai digunakan secara aktif. Secara umum diakui bahwa titik paling rentan dalam sebuah pesawat tempur adalah sang pilot. Sementara sebuah pesawat tempur dirancang mampu menahan tekanan gravitasi paling besar, maka daya tahan pilot paling maksimal dengan menggunakan pakaian pelindung daya gravitasi hanya G-8 hingga G-9. Di atas angka itu maka mereka akan kehilangan kesadaran. Selain itu, misil anti pesawat terbang memang dirancang untuk meledak di dekat kokpit yang menghasilkan pecahan logam dengan kecepatan tinggi yang bisa mengakibatkan luka bahkan kematian bagi sang pilot.

Editor Majalah Pertahanan Mingguan Jane's Defence Weekly, Peter Felstead, kepada BBC News mengatakan pengembangan pesawat tempur tanpa awak sudah dilakukan sejak pesawat tempur digunakan pertama kali dalam Perang Dunia I. "Awalnya pesawat tanpa awak ini digunakan untuk misi pengintaian. Kemudian pesawat-pesawat ini dilengkapi persenjataan untuk menjatuhkan bom dan menyerang sasaran di darat sekaligus menjadi alat pertempuran udara," papar Felstead.

Namun, Felstead menekankan keberadaan pilot tetap diperlukan terutama dalam pertempuran udara dan kasus-kasus tertentu. "Misalnya sebuah pesawat terbang dibajak, tetap dibutuhkan penilaian manusia untuk mengevaluasi apa yang terjadi di dalam pesawat yang dibajak itu, apa yang bisa dilihat melalui jendela dan lain-lain. Semuanya itu, hingga saat ini tidak bisa dilakukan melalui kendali jarak jauh," tandas Felstead.

Departemen Pertahanan Inggris juga memastikan bahwa semua pesawat tempur tanpa awak ini selalu di bawah kendali manusia. "Jika pesawat-pesawat ini sudah beroperasi, maka semuanya akan berada di bawah pengawasan para anggota militer terlatih di darat," kata sebuah pernyatan resmi Departemen Pertahanan Inggris.

bbc.co.uk