Minggu, 29 Januari 2012

Endriartono Sutarto: TNI butuh lebih banyak kapal selam

Changbogo kapal selam Korea Selatan
Changbogo kapal selam Korea Selatan PROKIMAL ONLINE Kotabumi Lampung Utara. Endriartono Sutarto: TNI butuh lebih banyak kapal selam. Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang nomor 4 di dunia, sistem pertahanan militer Indonesia membutuhkan lebih banyak kapal selam militer dari pada tank kelas berat atau Main Battle Tank (MBT).
Peneliti LIPI: Kapal selam TNI lebih penting dari tank

Sebagian besar wilayah negara kita adalah lautan. Indonesia pemilik garis pantai terpanjang keempat dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Hal itu dikatakan Jaleswari Pramodhawardani, yang akrab dipanggil Dani, menanggapi rencana peningkatan alutsista dan sistem pertahanan Indonesia. Jika dibandingkan dengan tank Leopard, seorang peniliti LIPI membenarkan pernyataan mantan KSAD, Endriartono Sutarto, yang menilai TNI lebih membutuhkan kapal selam atau perang daripada tank.

Dani menilai bahwa kekuatan terpadu TNI menjadi elemen penting dalam menentukan apa yang lebih dibutuhkan oleh pertahanan kita, kata Dani. "Garis pantai kita sudah direvisi PBB tahun 2008, tidak 81.000 km lagi melainkan 195.181 km. Artinya, pembangunan sistem pertahanan kita harusnya mengacu kesana dengan pembangunan kekuatan trimatra terpadu, AL-AU dan AD."

Sebelumnya, mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto menyarankan agar pemerintah membatalkan rencana pembelian tank Leopard. Untuk memperkuat alat utama sistem pertahanan atau alutsista), Endriartono menyarankan agar TNI memperbanyak kapal selam untuk menjaga kedaulatan maritim NKRI.

Adapun bagi Angkatan Darat (AD), tank Leopard tidak akan efektif digunakan di medan tempur perbatasan Indonesia yang notabene lahan gembur, curam dan gambut. Kalau mau mendapatkan efek deteren, beli kapal selam yang banyak. Sementara untuk AD cukup light tank atau medium tank yang cocok dengan medan kita," terang Endriartono.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, sementara itu, rencana pembelian tank Leopard asal Belanda itu kemungkinan besar masih ditolak oleh pihak parlemen Belanda. Sehingga jika dipaksakan dikhawatirkan akan memunculkan prakondisi politik yang akan merugikan Indonesia. "Pengalaman F-16 yang pernah diembargo dan tank Scorpion harus jadi pelajaran. Mabes TNI harus membuka opsi luas soal pengadaan tank beratnya," ungkapnya.

Mahfudz mencontohkan, jika TNI ingin mengadakan tank berat namun bobotnya lebih ringan dari Leopard, maka bisa dipertimbangkan untuk memilih tank T-90 asal Rusia. "Pihak Rusia sendiri diketahui sudah menawarkan kerjasama dengan PT Pindad untuk transfer teknologi dan produksi. Fasilitas state credit juga masih tersedia, dan yag lebih penting, Rusia tidak pernah menetapkan prakondisi politis sehingga lebih aman dan leluasa," ungkapnya.

www.waspada.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar