Senjata pemusnah pesawat tempur musuh itu virus
Angkatan Udara Amerika Serikat dan China sama-sama mengembangkan jaringan kesenjataan untuk menyerang dan memusnahkan pesawat terbang. Para spesialis peperangan elektronika tahun bahwa teknologi ini ibarat pedang bermata dua.
China, menurut satu situs, telah bekerja keras mewujudkan sistem kesenjataan canggih itu. Pada beberapa kasus, mereka menghadirkan sistem serupa yang dimiliki Amerika Serikat untuk menyerang pesawat terbang musuh bernilai tinggi yang ditujukan untuk peringatan dini, penginjatain elektronika, komando dan kendali perang, serta intelijen. Petinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat menyatakan, hal itu adalah metode siber untuk mengalahkan pesawat terbang. Sistem itu dipercaya "telah ada di luaran sana". Karena itulah Pentagon menegaskan untuk mendorong kebolehan dan teknologi penyerangan jaringan, baik untuk ofensif ataupun defensif.
Di sisi lain, Rusia dan China juga telah merancang pijakan perang elektronika spesifik untuk mengincar semua aset bernilai tinggi Amerika Serikat. Serangan elektronika bisa menjadi metode bagi sistem penetrasi implan virus. Untuk memunahkan serangan seperti ini, harus terlebih dahulu dituntaskan cara kerja sistem itu. Biasanya, sistem serangan itu diketahui memancarkan sinyal. China membuktikan hal itu, mereka memiliki perangkat serang dimaksud, baik berlandasan di darat atau dipasangkan pada pesawat tempur. Mereka mendedikasikan alat-alat perang berbasis elektronika itu untuk merontokkan pesawat komando dan peringatan dini EC-3 AWACS, E-8 Joint Stars, atau P-8 patroli maritim.
Angkatan Udara Amerika Serikat enggan mengungkap rincian sistem kesenjataan model baru itu, kecuali bahwa mereka telah mengujicobakan sistem Suter. Suter memakai cara pemancaran data berisikan algoritma untuk menginvasi sistem pertahanan udara terintegrasi melalui antena-antenanya. Pancaran data itu, dihasilkan dari dalam EC-130 Compass Call, varian C-130 Hercules yang dirancang untuk peperangan elektronika. Suter mampu menangkap gambaran jaringan radar lawan, mengambil alih pengendalian sistem itu, dan malah menyerang balik melalui tautan komunikasi komunikasi nirkabel.
Lebih lanjut, perubahan atau dampak sebagai produk dari serangan elektronika pada sistem pertahanan udara lawan dimonitor melalui pesawat terbang RC-135 Rivet Joint, satu pesawat terbang intelijen signal. Hal ini telah dipraktekkan di Irak dan Afghanistan untuk melumpuhkan sistem telefon nirkabel yang banyak dipakai sebagai kendali bom rakitan.
Akan tetapi, sistem yang digotong dalam EC-130 Compass Call itu punya sisi kelemahan karena wahana pengangkutnya berkecepatan rendah dan bodinya besar sehingga sangat mudah ditembak dari darat, bahkan melalui sekedar rudal panggul personel saja. Pemecahannya, bekali F-22, F-35, EA-18G dan F/A-18E/F dengan radar yang lebih baru, berdaya jangkau jauh, dengan performansi active electronically scanned array (AESA). Perangkat ini merupakan bagian dari perangkat serang dan invasi berbasis jaringan.
www.antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar