Kerjasama pengembangan industri pertahanan Indonesia kini sudah saat mengikutkan Jepang sebagai mitra penting, terutama untuk alih teknologi alutsista. Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang, Yusron Ihza Mahendra. Hal ini berkaitan dengan perubahan regulasi tentang ekspor senjata oleh negara Jepang. |
Prototipe Jet Tempur Siluman ATD-X Buatan Jepang. |
Pemerintah Jepang dikabarkan tengah melonggarkan aturan terkait bidang militer. Momen ini bisa dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan negeri sakura tersebut. Hal tersebut disampaikan Duta Besar RI untuk Jepang, Yusron Ihza Mahendra di kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (3/2/2015). "Jepang di bawah PM Abe berusaha mengubah amandemen pasal 9 UUD mereka untuk membatasi Jepang memiliki kekuatan militer dan segala sesuatu terkait militer," ujar Yusron.
Pada April tahun lalu, Jepang menderegulasi bidang ekspor senjata. Dahulu, konstitusi Jepang melarang Indonesia yang memakai alutsista mereka. Mereka tidak ingin mesin dari perusahaan Jepang digunakan untuk keperluan militer. Kebijakan itu tak berlaku karena adanya perubahan yang dibuat Jepang pada April 2014. Sehingga Indonesia tak hanya bisa mengimpor alutsista Jepang, tapi juga transfer teknologi. "Saya mendorong PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, kalau mau mengganti mesin panser Anoa atau Komodo inilah saatnya," ungkap adik Yusril Ihzan Mahendra tersebut.
Perubahan tersebut, menurutnya karena Amerika yang menjadi sekutu Jepang ingin mengubah halauan. Sebelumnya, negara adidaya tidak menginginkan Jepang untuk turun di bidang militer. Namun berubahnya zaman menuntut Amerika berkata lain. "Sekarang ini Amerika ingin Jepang agar berkontribusi dalam keamanan dunia," kata Yusron.
Tidak hanya untuk kekuatan militer atau perang, dalam hal lain, Jepang pun membuka pintu. Seperti produk-produk teknologi terkait kegiatan Search and Rescue (SAR). Menurutnya ini kesempatan bagus yang sayang jika tidak diseriusi pemerintah Indonesia.
Kolaborasi bidang industri pertahanan sangat memungkinkan adanya join research atau penelitian bersama. Jika Indonesia mau, maka selain pertahanan diplomasi dan posisi Indonesia di dunia akan menguat pula. "Kalau kerjasama industri pertahanan itu buy one get one free. Senjata kita akan kuat, diplomasi kita akan kuat," ujarnya.
Yang jelas, penguatan pertahanan ini bermuara dalam keamanan bersama. Tak ada negara yang ingin berperang. Hanya saja, urusan perdamaian bukan soal bicara baik-baik. Ada kekuatan yang harus ditunjukkan untuk mencegah terjadinya perang. "Saya bicara tentang damai, perdamaian itu suatu yang harus dikawal, dijaga dan diletakkan di ujung bedil. Itu yang dilakukan amerika selama ini. Pertahanan kuat, duitpun kita dapat," imbuhnya.
www.tribunnews.com
“Kemarin sudah dibicarakan dengan Pak Jokowi tentang hal itu (alutsista). Nanti kita akan realisasi join industri,” kata JK usai bertemu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada Sabtu (1/8).
BalasHapusIndonesia Kerjasama Industri Alutsista dengan Turki