Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno mengatakan, Indonesia membutuhkan ikon pahlawan di laut sebagaimana tokoh-tokoh seperti Sinbad, Kapten Hawk, Colombus, hingga Marcopolo di negara-negara lain. "Ikon-ikon pahlawan laut seperti di negara lain saat ini belum tumbuh di Indonesia," kata Kasal saat peluncuran buku sejarah "Pasukan M: Menang tak Dibilang, Gugur tak Dikenang" di Jakarta, Senin (3/12/2012) malam.
Menurut dia, ikon pahlawan laut dibutuhkan dalam menumbuhkan watak dan karakter generasi penerus bangsa. Sejumlah nama pahlawan laut di Indonesia seperti Hang Tuah, Malahayati, Nala, hingga komandan Pasukan M, Kapten Markadi, belum berhasil menjadi ikon. Kasal menilai Kapten Markadi patut menjadi ikon karena ketokohannya yang menyerupai Bima dalam Babad Mahabharata. "Ibarat Bima, dia memiliki karakter gagah, teguh, kuat, tabah, jujur, berhati lembut, dan rendah hati," katanya.
Bahkan Pasukan M yang hanya menggunakan perahu kecil mampu mengusir pasukan Belanda yang memiliki kapal lebih canggih. Pertempuran yang dilakoni Pasukan M ini dinilai sebagai
pertempuran laut pertama di Indonesia. Pertempuran itu juga dinilai sebagai operasi gabungan pertama yang melibatkan rakyat. Buku setebal 240 halaman dan terbagi dalam tujuh bab yang
ditulis Iwan Santosa dan Wenri Wanhar ini diharapkan menjadi sarana efektif untuk mentransfer nilai-nilai kepahlawanan ke generasi penerus. "Saya berharap buku mengenai Pasukan M yang berjuang di Selat Bali pada 1945-1949 ini mampu memberi penyadaran bahwa kebersamaan perjuangan sudah terbentuk sejak negeri ini berdiri," jelasnya.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Kapten Markadi pantas menjadi ikon pejuang maritim di Indonesia. "Dia (Markadi) adalah bagian penting dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia," kata Menhan.
Purnomo berharap peluncuran buku Pasukan M ini bisa menjadi referensi bagi generasi penerus untuk tetap mengenang nilai-nilai perjuangan. "Globalisasi yang saat ini berkembang begitu cepat bisa mengerosi nilai-nilai kebangsaan. Jadi, harus dibendung. Saya sungguh mengapresiasi peluncuran buku ini," kata Menhan.
Buku Pasukan M ditulis selama lima bulan dengan melakukan penelusuran sejarah ke lokasi tempat terjadinya peristiwa, yakni ke Jembrana Bali, Denpasar, Banyuwangi, Malang, Lawang, dan Surabaya. Tim penulis juga melakukan riset sejarah dan kepustakaan ke Nederlands Instituut voor Militaire Historie (NIMH) Den Haag, Museum KNIL Bronbeek, Arnhem KITLV Leiden, Nederlands Instituut voor Oorlog Documentatie (NIOD) Amsterdam.
Selain itu, Museum KNIL Bronbeek, Arnhem KITLV Leiden, Nederlands Instituut voor Oorlog Documentatie (NIOD) Amsterdam, serta didukung oleh berbagai dokumen dan foto dari Arsip Nasional RI, arsip keluarga besar Pasukan M, dan arsip Dispenal. Dalam melaksanakan riset dan penggalian materi sejarah, Iwan Sentosa dan Wenri Wanhar telah mendapatkan izin dan menjalin kerja sama dengan pihak Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta, Atase Pertahanan dan Kebudayaan Belanda, para anggota Pasukan M yang masih hidup, para veteran BKR, serta beberapa saksi sejarah sesuai lokasi kejadian di masa itu.
Dari buku itu terungkap prajurit TKR Laut (saat ini TNI AL) telah memiliki peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan RI, Kiprah itu terlihat dari upaya yang dilakukan oleh sekelompok prajurit yang tergabung dalam Pasukan M pimpinan Kapten Markadi untuk melaksanakan operasi gabungan matra laut-darat, sehingga berhasil mengusir Belanda hanya dengan persenjataan terbatas dan sarana perahu tradisional.
Pasukan M merupakan tulang punggung gerilyawan pendukung kemerdekaan RI dalam membantu perlawanan rakyat Bali atas kedudukan tentara Belanda. Tugas Pasukan M adalah membentuk pangkalan TKR di Bali, sekaligus mengorganisasi basis-basis perjuangan di berbagai tempat.
www.kemhan.go.id
Markadi, Pimpinan Perang Laut yang Terlupakan
Ini cerita perang kemerdekaan. Tidak sembarang perang. Perang ini meletus di Selat Bali pada awal Maret 1946. Sejarah mencatat inilah perang laut pertama di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perang itu dipimpin Kapten Markadi, komandan Pasukan M BKR Laut. Sandi perangnya Operasi Lintas Laut Jawa-Bali 1946.
Sejarah mencatat, I Gusti Ngurah Rai, pimpinan TKR Sunda Kecil (Bali) bersama beberapa orang pemuda Bali menyeberang ke Jawa setelah mereka gagal menyerang tangsi Jepang pada 13 Desember 1945. Di Jawa, mereka berkoordinasi dengan sejumlah dedengkot Republik Indonesia, termasuk jumpa Bung Karno. Setelah menceritakan situasi di Bali paska Proklamasi 17 Agustus 1945, maka dikirimlah sejumlah pasukan beserta senjata dari Jawa ke Bali.
Pasukan pertama berangkat dari Banyuwangi pada 3 April 1946, dipimpin oleh Waroka. Sehari berikutnya satu kompi pasukan dibawah pimpinan Kapten Markadi menyeberang dari Banyuwangi ke Bali. Pasukan ini menumpangi tiga perahu. Di tengah laut, pasukan Markadi dihadang motorboat NICA. Perang meletus dari jarak dekat. Satu perahu kawanan Markadi berhasil menghindari pertempuran dan mendarat mulus di Bali. Satu perahu lagi karam. Bagaimana dengan perahu yang ditumpangi Markadi?
Dikisahkan, saat itu hujan turun. Gelombang pasang. Musuh kadang terlihat kadang hilang tertutup gelombang. Dalam sebuah kesempatan, perahu rombongan Markadi naik diangkat gelombang. Di waktu bersamaan motorboat NICA berada di bawah. Alam berpihak. Segera Markadi melempari motorboat NICA itu dengan granat tangan. Sehingga tenggelamlah pasukan NICA itu. Dan, perahu yang ditumpangi Markadi cs akhirnya berhasil mendarat di Bali. Sesampai di Bali, Pasukan M yang dipimpin Markadi bergerilya bersama pasukan I Gusti Ngurah Rai.
Markadi berkawan dengan Ngurah Rai. Mereka sama-sama gerilya di Bali. Namun Rai lebih dulu berpulang. Dia gugur dalam Puputan Margarana. Markadi lahir pada tanggal 9 April 1927 dengan nama lengkap Markadi Pudji Rahardjo. Akibat Restrukturisasi dan Rasionalisasi (RERA) TNI 1948, Markadi yang semula pentolan Angkatan Laut, mau tak mau jadi Angkatan Darat. Dia wafat 21 Januari 2008 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
www.sorotnews.com