Berita Hankam: KRI Malahayati (362) difungsikan sebagai kapal markas pada pelaksanaan operasi Tameng Hiu-13. Daerah operasional Tameng Hiu-13 berada di perairan Karang Unarang. Sebelumnya, ketika melintasi Laut Jawa dalam pelayaran menuju Karang Unarang, KRI Malahayati (362) melakukan penembakan untuk membuktikan bahwa kapal perang ini memiliki kesiapan operasional tempur yang cukup.
|
KRI Malahayati (362). PROKIMAL ONLINE Kotabumi Lampung Utara | KRI Malahayati (362) Menjadi Kapal Markas Operasi Tameng Hiu-13 Di Perairan Karang Unarang. |
Laksanakan Operasi Tameng Hiu, KRI Malahayati (362) Sebagai Kapal Markas
Mengawali pelaksanaan Operasi Tameng Hiu-13,
KRI Malahayati (362) melaksanakan loading chaff sebanyak 5 roket di dermaga Arsenal Batuporon Madura, Kamis (4/7/2013). Selanjutnya KRI Malahayati (362) akan melaksanakan penembakan chaff di laut Jawa selama pelaksanaan lintas laut menuju daerah operasi di perairan Karang Unarang.
Komandan KRI Malahayati, Letkol laut (P) Moch. Irchamni dalam pesannya menyampaikan bahwa penembakan chaff yang dilaksanakan oleh KRI Malahayati (362) merupakan bentuk profesionalisme prajurit Koarmatim, khususnya satuan kapal Eskorta. Hal ini, merupakan bukti bahwa para prajurit selain berhasil menjaga kesiapan material juga selalu siap dalam menghadapi tugas operasi.
Sesuai rencana, KRI Malahayati akan melaksanakan Operasi bersandi
Tameng Hiu-13 dan dijadikan sebagai kapal markas di bawah kendali Komandan Gugus Tempur Laut Armatim selama 2 (dua) bulan. Puasa dan Lebaran bukan menjadi penghalang bagi seluruh prajurit KRI Malahayati (362) untuk melaksanakan tugas mulia, menjadi garda bangsa di daerah perbatasan.
www.tni.mil.id
Karang Unarang
Karang Unarang adalah nama sebuah karang yang berada di Laut Sulawesi terletak sekitar 9 mil di sebelah tenggara Pulau Sebatik pada koordinat 04°00'38?LU,118°04'58?BT. Karang Unarang ini milik Indonesia yang lokasinya berada di dekat perbatasan perairan Malaysia. Karang Unarang hanya muncul pada saat air laut surut. Saat air laut surut pada posisi terendah, ketinggian karang mencapai 30 cm. Indonesia membangun suar permanen di Karang Unarang mulai tanggal 21 Februari 2005 sampai 14 April 2005. Mercu suar pondasi bangunan berukuran 5 X 5 meter, ketinggian 17 meter, dengan sinar yang dapat dilihat dari jarak 10 mil.
Pembangunan mercu suar tersebut sempat menimbulkan insiden yang melibatkan 1 unit
kapal perang TNI-AL dan 1 unit kapal perang Angkatan Laut Diraja Malaysia. Pada Jumat (8 April 2005) pagi, Kapal Republik Indonesia Tedong Naga (Indonesia) menyerempet Kapal Diraja Rencong (Malaysia) sebanyak tiga kali di perairan Karang Unarang, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Aksi tersebut terpaksa dilakukan karena KD Rencong berkali-kali melakukan manuver yang membahayakan pembangunan mercusuar Karang Unarang.
Insiden penyerempetan kedua kapal ini merupakan bagian dari pertikaian perbatasan di kawasan Ambalat yang kaya minyak dan gas. Petronas, perusahaan minyak Malaysia, secara sepihak memberikan konsensi kepada perusahaan minyak Shell di Blok Ambalat (Malaysia mengenalnya sebagai Blok XYZ). Malaysia mengklaim wilayah Ambalat adalah miliknya, menurut peta yang diterbitkan pemerintah Malaysia tahun 1979.
Peta tersebut memicu protes dari berbagai negara tetangganya, termasuk Indonesia. Indonesia memprotes klaim sepihak itu dan memperketat keamanan di perairan Ambalat dengan menempatkan sejumlah kapal perang. Kemudian Indonesia juga merencanakan pembangunan mercusuar di Karang Unarang supaya lebih memperkuat kedaulatannya di sekitar perbatasan itu. Beberapa kali kapal perang Indonesia berhadapan dengan kapal perang Malaysia di perairan Karang Unarang. Puncak ketegangan adalah insiden penyerempetan ini.
Sebelumnya, KRI Tedong Naga sudah berkali-kali memperingatkan KD Rencong agar segera meninggalkan wilayah perairan Karang Unarang. Namun, peringatan tersebut tidak dihiraukan kerana KD Rencong menganggap pembinaan di mercusuar adalah merusak kedaulatan Malaysia. Bahkan, KD Rencong melakukan manuver-manuver yang membahayakan pembangunan mercusuar. Misalnya, kapal tersebut melaju cepat sehingga menimbulkan gelombang tinggi di sekitar lokasi pembangunan mercusuar.
Akhirnya, KRI Tedong Naga mendekati KD Rencong untuk mengusir keluar dari wilayah perairan yang dipertikaikan. Dalam upaya tersebut terjadi tiga kali serempetan yang menyebabkan lambung sebelah kanan kapal Malaysia yang umurnya sudah tua dan berkarat di beberapa bagian itu rusak. Sedangkan KRI Tedong Naga hanya tergores catnya di bagian lambung sebelah kiri. KD Rencong kemudian bergerak menuju pangkalannya di Tawau, Malaysia.
Sehari setelah insiden, tak terlihat lagi kapal perang Malaysia yang memasuki kawasan perairan yang dipersengketakan itu. Sedangkan pada hari Minggu, dua hari setelah insiden, hanya terlihat sebuah kapal patroli polisi Malaysia yang berlayar normal sekitar 3 mil dari perairan Karang Unarang. KRI Tedong Naga yang pada pagi hari kembali mulai melakukan patroli bersama KRI Hiu tidak mengalami gangguan dari kapal-kapal Malaysia.
Menurut Kepala Staf Gugus Tempur Laut Armatim Kolonel Laut Marsetio, tindakan Komandan KRI Tedong Naga memutuskan untuk menghalau KD Rencong adalah benar, karena kapal itu sudah memasuki 9,5 mil laut dari Pulau Batik, yang termasuk wilayah yang dipertikaikan. Pihak Indonesia mengklaim bahwa tindakan itu dibenarkan juga berdasarkan UNCLS (United Nations Convention on the Law of the Sea) tahun 1982 yang menyatakan bahwa suatu negara berwenang untuk mengusir suatu kekuatan asing apabila ia mulai mengganggu kedaulatan suatu negara. Pada 12 April 2005, pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri telah mengirimkan nota protes resmi kepada Malaysia atas peristiwa penyerempetan kedua kapal.
Sedangkan Angkatan Laut Malaysia membantah bahwa salah satu kapal perangnya bertabrakan dengan kapal perang Indonesia di perairan sekitar Karang Unarang. Menurut Kepala AL Malaysia, kedua kapal itu hanya bersentuhan satu sama lain serta tidak ada seorang pun yang terluka dan tidak ada kerusakan pada kapal tersebut. Pada 13 April 2005, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi menyatakan pemerintahnya tidak akan menarik mundur armada kapal perangnya dari perairan Ambalat. Menurut Badawi, Malaysia mempunyai alasan yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan di Ambalat yang dianggapnya sebagai wilayah Malaysia. Malaysia tidak pernah mengakui klaim Indonesia terhadap kawasan tersebut, dengan itu Malaysia menganggap bahwa UNCLS tidak boleh diterapkan dalam kejadian ini.
Kedua pihak setuju untuk merundingkan perkara tersebut dan menimbang untuk melaksanakan patroli bersama di kawasan yang dipersengketakan. Terdapat juga kemungkinan perkara tersebut akan dibahas di pengadilan internasional. Bagaimanapun juga masih belum ada keputusan mutlak yang diambil hingga kini.
wikipedia.org