67 tahun TNI, dari rumah dinas sampai peluru kendali
Selain jajaran perwakilan arsenal baru, upacara peringatan HUT ke-67 TNI kali ini relatif tidak ada yang baru. Dari sisi pernyataan, yang dikatakan Presiden Susilo Yudhoyono dari podiumlah yang menarik disimak. Tidak ada demonstrasi penerbangan formasi Su-27 atau Su-30 Flankers di udara, juga tidak F-16 Fighting Falcon, kecuali terjun statik pasukan lintas udara, terbang aerobatik Tim Jupiter dan Pegasus C-120 Colibri, dan terjun bebas 100 personel gabungan TNI.
Beberapa hal yang dikemukakan Yudhoyono (juga Panglima Tertinggi TNI/Angkatan Perang Indonesia), desain besar pemosisian Indonesia di kawasan dan dunia, tuntutan negara kepada semua personel TNI dalam hal tugas pokok, kesejahteraan mereka, dan tentu arsenal-arsenal baru TNI. Cukup rinci Yudhoyono mengutarakan hal itu, di landasan apron Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Di belakangnya, di podium itu, berdiri Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno, dan Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Eddie Wibowo, serta Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Imam Sufaat.
Indonesia, katanya, tidak ingin memulai perlombaan senjata di kawasan. Setelah lama sekali tidak belanja persenjataan karena pembatasan dari negara produsen Barat dan ketiadaan uang, kini Indonesia mengejar ketertinggalannya. Paling tidak, Rp77 triliun disisihkan dari APBN kali ini untuk pos pertahanan dan sebagian besar untuk membeli persenjataan dan sistem pendukung serta pelatihan pengawaknya. Kali ini, TNI AU dan TNI AL diberi keleluasaan lebih untuk memenuhi keperluan minimum esensialnya (MEF/Minimum Essential Force).
Di antara persenjataan strategis yang baru diadakan (dibeli) pemerintah adalah tiga kapal selam Type 209 buatan Korea Selatan, lisensi dari Jerman. Kapal-kapal selam ini bukan yang tercanggih di kelasnya, namun moderat dan sanggup dibeli Indonesia. Juga pesawat tempur Sukhoi 27/30 MKI Flanker dari Rusia, melengkapi yang telah ada di Skuadron Udara 11, berpangkalan di Makassar. Bukan cuma wahananya saja, namun juga peluru-peluru kendali dan avionika serta mesin-mesin barunya; karena produk Rusia ini --walau sangat canggih dan berwibawa-- namun boros dari sisi operasional.
Tujuh tahun kosong operasional, Skuadron Udara 21 di Pangkalan Udara Utama Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur, mulai lagi diributkan dengan suara raungan mesin piston turboprop Embraer EMB-314 Super Tucano, menggantikan OV-10F Bronco. Baru empat memang, namun janji pemerintah adalah 16 unit pada waktunya, paling tidak delapan hingga 2014 nanti.
Yang paling gres adalah terbang lintas satu C-295 --versi perpanjangan CN-235 produk bareng CASA dan IPTN Indonesia-- yang baru tiba kemarin setelah terbang feri dari Sevilla, Spanyol. Dia dapat giliran setelah tim aerobatik Pegasus C-120 Colibri TNI AU berdansa di udara.
Itu baru sebagian dari sekian banyak arsenal baru yang dibeli negara melalui pemerintah. Dikatakan Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, beberapa waktu lalu, 40 persen keperluan menuju MEF akan diwujudkan pada 2014 nanti alias akhir masa kepemimpinan Yudhoyono-Boediono. Menuju postur ideal MEF, proyeksi Kementerian Pertahanan adalah pada 2025.
Indonesia tidak ingin memiliki musuh; milikilah teman sebanyak-banyaknya. Inilah "motto" kebijakan luar negeri Indonesia sebagai penerjemahan doktrin "bebas-aktif" yang sering dipakai sejak masa Orde Baru. Keaktifan Indonesia di gelanggang internasional dari sisi militer dibuktikan dengan pengerahan batalion-batalion pasukan Indonesia ke dalam Pasukan Perdamaian PBB. Saat ini tiga gelanggang diikuti pasukan TNI multi korps itu, yaitu di Lebanon Selatan, Kongo, dan Haiti di Amerika Tengah. Bahkan, dengan sponsor PBB dan beberapa negara sahabat, TNI dilengkapi pusat pendidikan pasukan perdamaian PBB dan ini satu-satunya di ASEAN. Impiannya, pusat pendidikan di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini menjadi pusat keunggulan Indonesia tentang ini.
Pada saat sama, di Laut China Selatan, sekitar lima sampai enam jam penerbangan dari Jakarta ke arah barat laut, ada konflik mengarah pengerahan militer antara Jepang dan China. Kepulauan Senkaku di tenggara daratan China, sepelemparan batu dari Taipei, yang dimiliki Jepang. China menganggap klaim kepemilikan Jepang atas Kepulauan Senkaku itu tidak bisa diakui dengan sejumlah alasan historikal, pengelolaan nyata, dan banyak lagi. Sudah banyak ulasan bahwa konflik di Laut China Selatan antara Jepang dan China ini bisa berpengaruh besar pada keseimbangan kawasan dari sisi keamanan dan ekonomi global.
Adagium militer negara besar secara ekonomi adalah di mana ada kepentingan ekonomi-perdagangan-politik mereka, di sanalah militer diproyeksikan. Itu sebabnya Amerika Serikat memiliki demikian banyak armada di kawasan samudera dengan kapal-kapal induknya dan kapal-kapal selam, pesawat tempur strategis-taktisnya.
China jelas tidak mau menampik hal ini begitu saja, paling tidak melengkapi klaim sepihak atas hampir seluruh Laut China Selatan. Di sisi timurnya, ada Filipina, Brunei Darussalam, Viet Nahm, dan Malaysia yang juga mengajukan kapling-kapling atas perairan internasional yang ternama kaya sumber daya alam dan energi. Kapal induk Liaoning baru saja diluncurkan (kembali) oleh Angkatan Laut China. Kapal induk bekas Uni Soviet yang dulu bernama Varyag ini dibeli China, direkondisikan sedemikian rupa dan dilengkapi persenjataannya. China bisa memproyeksikan kekuatan militernya melalui laut dengan begitu, walau tidak diakui terang-terangan.
Tidak ingin memacu ketegangan di kawasan, menahan diri, dan mengalihkan upaya-upaya melalui jalur diplomasi internasional. Indonesia berinisiatif dengan mempromosikan kode tata perilaku di Laut China Selatan, minimal kepada negara-negara ASEAN. Hal ini juga diamini Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, kepada publik; walau patroli kapal perang TNI AL di dalam perairan kedaulatan Indonesia tetap diintensifkan.
Untuk menjamin kedaulatan bangsa dan keutuhan wilayah sesuai mandat UU Nomor 34/2004, TNI jelas memerlukan wahana dan arsenal memadai. Apalagi negara-negara tetangga juga melakukan hal sama, Malaysia membeli empat kapal selam CA-2000 Scorpene buatan Perancis, Singapura setelah lama memiliki F-15 SG, juga telah memiliki helikopter serang AH-64D Apache Longbow, yang juga diupayakan dibeli Indonesia dari Amerika Serikat.
Pesan terakhir Panglima Tertinggi TNI/Angkatan Perang Indonesia kepada prajuritnya dalam amanat di podium pada 5 Oktober 2012 itu adalah meningkatkan kemampuan dan profesionalitasnya sehingga dapat mengawaki berbagai wahana dan arsenal yang telah dimodernkan itu.
Akan tetapi, prajurit TNI tetaplah manusia biasa, yang bisa bertugas baik jika "urusan belakang" sudah tidak jadi persoalan. Satu hal pokok yang kerap mengganggu adalah rumah dan perumahan di mana dia dan keluarganya bernaung. TNI bersama Kementerian Pertahanan dan instansi terkait telah diperintahkan untuk membangun perumahan bagi prajurit secara besar-besaran. Kini anggota TNI diperkirakan sebanyak 440.000 orang dari berbagai matra, korps, dan unit. Aturan pemakaian dan penempatan rumah-rumah dinas itu harus dibuat tegas dan jelas, demikian pesan Yudhoyono. Sama jelas seperti posisi Indonesia di panggung dunia, pun TNI di tengah bangsanya sendiri.
Selamat ulang tahun ke-67 TNI, jayalah selalu.
www.antaranews.com