Pesawat Kepresidenan Republik Indonesia telah tiba di tanah air pada Kamis 10 April 2014 pagi. Pesawat Kepresidenan yang baru pertama kali dimiliki oleh Indonesia ini mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma dan disambut oleh beberapa pejabat negara, para petinggi TNI AU, dan Presiden Boeing Asia-Pasifik, Ralph Boyce. Pesawat Kepresidenan Republik Indonesia ini merupakan jenis pesawat Boeing Business Jet II (BBJ II) berbasis Boeing B-737-800. |
Pesawat Kepresidenan Republik Indonesia. |
Setelah 69 tahun merdeka, akhirnya Indonesia memiliki pesawat resmi kepresidenan. Selama ini pemerintah Indonesia biasanya menyewa pesawat dari PT Garuda Indonesia atau menugaskan Skuadron Udara 17 VIP atau Skuadron Udara 45 TNI AU untuk menerbangkan presiden, wakil presiden, dan rombongan ke manapun tujuan. Pesawat terbang kepresidenan baru Indonesia itu telah mendarat mulus di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4/2014) pagi. Pesawat ini terbang dari pabriknya, di Everett, Georgia, Amerika Serikat, dan sempat singgah di Honolulu, Hawaii. Merupakan seri Boeing Business Jet 2, pesawat terbang kepresidenan Indonesia ini memakai Boeing B-737-800 sebagai basis dasar dengan perubahan mendasar di sana-sini, sesuai pesanan; di antaranya ruang rapat, ruang istirahat, kamar mandi (jika diperlukan), fasilitas komunikasi dienkripsi, dan lain sebagainya.
Penyambutan khusus pesawat kepresidenan berkelir dominan biru muda-putih bergelombang itu sangat meriah. Hampir semua pejabat penting nasional datang, termasuk Presiden Boeing Asia-Pasifik, Ralph Boyce, yang khusus datang ke Jakarta untuk itu. Seorang penerbang senior TNI AU yang pernah berdinas sebagai penerbang VIP pada masa pemerintahan KH Abdurahman Wahid, berujar, "Pesawat terbang kepresidenan baru itu memang khusus dan menerbangkan dia juga menempuh prosedur dan penanganan khusus."
Boeing B-737-800 Boeing Business Jet 2 sebagai pesawat terbang kepresidenan itu sebetulnya telah dipesan sejak empat tahun lalu. Beberapa kali perundingan dengan Boeing dilakukan, termasuk soal interior, kelengkapan-kelengkapan khusus super VIP, dan terutama aspek keamanan komunikasi dan "pertahanan udara" mengingat yang dibawa adalah kepala negara/kepala pemerintahan yang juga lambang negara.
Saat mendarat, yang mendapat kehormatan menerbangkan dia secara ferry dari Amerika Serikat ke Jakarta adalah Komandan Skuadron Udara VIP 17, Letnan Kolonel Penerbang Aligusman, dan Letnan Kolonel Penerbang Firman Wira Yudha. Keluar dari kokpit dan menuruni tangga utama, mereka tampil dalam cover all penerbang hijau dengan badge khusus Indonesian Air Force di bahu kiri. "Menerbangkan BBJ 2 ini sebetulnya sama saja dengan Boeing B-737-800 lain. Cuma ada perbedaan pada beberapa perangkat khususnya," kata Aligusman.
Menyimak bentuk fisiknya, sepintas tidak ada yang istimewa dalam tampakan mata. Kalaupun mata jeli melihat, itu adalah lingkar engine cowling depan yang dilapis krom, demikian juga leading edge sayap utamanya. Jika terkena sinar matahari, akan berkilauan… indah juga. Pada ujung nose fuselage di bawah kokpit, warna biru tua semburat menjadi titik perhatian, karena bagian di bawah cungkup itu terletak radar utama pesawat terbang. Biasanya, bagian itu dicat khusus berwarna hitam atau kelabu; cat ini harus khusus karena bertugas meneruskan pancaran gelombang elektromagnetik radar.
Di bagian fuselage Boeing B-737-800 itu, ada beberapa piranti yang tidak akan dijumpai pada pesawat serupa yang lain. Ada "tonjolan-tonjolan" instrumen khusus yang mirip penampakan kamera sirkuit tertutup. Menurut beberapa laman penerbangan, itulah di antara sekian banyak piranti pertahanan diri, dinamakan Missile Antiapproach System. Mekanisme kerjanya mirip dengan lontaran chaff pada pesawat tempur. Ada lima titik lokasi sistem pertahanan ini pada fuselage BBJ 2 for Governmental VIP Flight (ini nama resmi yang diberi Boeing untuk pesanan Indonesia). Beberapa sumber menyatakan, operasionalisasi piranti ini akan sangat rahasia dan diperlukan otorisasi tersendiri.
Sesuai dengan namanya, pesawat terbang ini memiliki kekhususan dalam sistem kendali dan avionika. Salah satu pilot dari Skuadron Udara 17 VIP yang ditugaskan belajar menerbangan BBJ 2 itu di Pusat Pendidikan Boeing, di Miami, selama beberapa bulan, menyatakan, pesawat terbang kepresidenan ini bisa diterbangkan dalam keadaan totally blind. Artinya, dia bisa mendarat dan lepas landas semata-mata dikendalikan intsrumen penerbangan secara otomatis. "Sejak pesawat itu touch down hingga berhenti di tempat yang telah ditentukan, pilot bisa menyerahkan pada sistem kendali itu. Namun tetap, peran pilot sangat menentukan dan kami tetap dilatih serius tentang itu," kata penerbang itu.
Dikarenakan BBJ 2 yang masih memakai nomor registrasi penerbangan N454BJ (registrasi Amerika Serikat) dan akan diserahkan kepada TNI AU pada pertengahan April ini untuk tugas kepresidenan, maka sistem komunikasi dan keamanan komunikasi menjadi aspek pokok. "Dari awal penerbangan ke Jakarta dari Amerika Serikat kami bisa memakai internet, telefon seluler, jejaring sosial, hingga WiFi. Sangat mudah mengoperasikannya. Ini kelengkapan penting," kata Yudha.
Tentang BBJ 2 yang dipesan dengan harga total sekitar Rp820 miliar itu, Boyce menyatakan, "Kami berterima kasih atas kepercayaan Indonesia pada produk Boeing yang telah teruji ini. Kami harap kepercayaan ini bisa semakin meningkat dan membawa kebaikan." Dia menyatakan, banyak kekhususan fasilitas yang diimbuhkan pada pesawat terbang dengan dua mesin jet CFM International CFM56-7 yang irit bahan bakar minyak itu.
Terdapat dua ruang berstandar kelas VVIP Class (State Room), empat ruang pertemuan kelas VVIP, 12 area eksekutif, serta 44 area staf, yang bisa diterbangkan hingga ketinggian maksimum sekitar 41.000 kaki dari permukaan laut pada kecepatan maksimum sekitar 0,85 Mach (548 mph alias 876 km/jam). Namun kecepatan optimal ekonomisnya ada pada kisaran 0,785 Mach agar bisa terbang sejauh 4.620 mil laut alias 8.556 kilometer dari bandar udara keberangkatan dengan 61 kursi ditambah dua kursi pilot-in-command dan kopilot. Kemampuan terbang secara ekonomis ini dipandang Boeing sebagai salah satu kunci penting sehingga rancangan bentuk dan material winglet berukuran di kedua ujung sayap utamanya dilakukan secara khusus.
Jika terbang keluar negeri --terutama-- selama ini menyewa pesawat terbang badan lebar PT Garuda Indonesia, yang harus diubah interiornya untuk sementara waktu. Paling tidak memerlukan waktu sepekan di Garuda Maintenance Facility, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, untuk mengubah interior dan sistem-sistem lain dari konfigurasi standar ke konfigurasi khusus kepresidenan. Untuk mengembalikan lagi ke konfigurasi standar --misalnya Airbus A-300 series-- memerlukan waktu sekitar itu juga plus hari kunjungan keluar negeri itu sendiri. Lama dan mahal.
Dalam penerbangan ferry Amerika Serikat-Jakarta sejak 6 April lalu itu, BBJ 2 kepresidenan Indonesia ini singgah di beberapa tempat, di antaranya Sacramento, Honolulu, dan Guam. Dari Guam inilah dia langsung terbang ke hanggar tetapnya di Skuadron Udara 17 VIP TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Alasan pemilihan warna biru pesawat kepresidenan.
Pemilihan warna biru pada pesawat kepresidenan antara lain dilakukan karena alasan keamanan, kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. "Biru berarti warna kamuflase karena sama dengan langit," katanya tentang pesawat kepresidenan yang baru tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Warna biru pesawat kepresidenan, menurut dia, juga mirip dengan warna kebanggaan TNI Angkatan Udara, yang selanjutnya akan mengoperasikan pesawat tersebut. Menurut dia, selama proses pembuatan Sekretariat Negara selaku pemesan pesawat diberi 14 alternatif pilihan warna. Ia mengatakan Sekretariat Negara melibatkan sejumlah pakar termasuk, desainer dari TNI Angkatan Udara, untuk memilih warna pesawat. Sudi juga mengatakan bahwa pesawat baru kepresidenan itu akan segera disertifikasi oleh Kementerian Perhubungan. "Minggu depan akan mulai diujicobakan," ujarnya.
Ia menjelaskan pula bahwa proses pembelian pesawat kepresidenan itu transparan dan akuntabel serta melibatkan banyak pihak termasuk Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
www.antaranews.com