Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah berencana menambah alat utama sistem persenjataan TNI Angkatan Udara berupa radar. Menurut Purnomo saat ini radar pemantau khusus militer di Indonesia terutama bagian Timur masih kurang. "Kekurangannya kami hitung sekitar 32-34 unit radar di seluruh Indonesia," kata Purnomo kepada wartawan di Landasan Udara Ranai, Natuna, Rabu (30/10/2013).
Untuk rencana strategis tahap pertama, yakni 2009-2014, Kementerian Pertahanan setidaknya harus membeli empat unit radar baru primer atau khusus militer. Kementerian pun sudah memperhitungkan pembelian empat radar baru ini seniali US$ 150 juta. Radar militer atau primer, dia melanjutkan, tentu berbeda dengan radar penerbangan domestik atau sekunder. Jika radar sekunder tidak akan bisa memantau pesawat terbang yang sengaja mematikan transmiter radarnya. Sementara radar primer bakal mencatat segala jenis pesawat yang terbang asalkan bahan bakunya logam. "Sementara ini untuk menutupi kekurangan radar militer kami kerjasama dengan radar sipil di seluruh Indonesia."
Purnomo melanjutkan, dalam modernisasi alutsista TNI ini, Kementerian Pertahanan memang mengutamakan pembelian senjata-senjata bergerak. Alutsista itu seperti pesawat tempur, pesawat angkut, dan helikopter. Usaha Kementerian pun tercapai. Saat ini Kementerian telah melakukan sejumlah pembelian pesawat, meski ada sebagian yang belum dikirim ke Indonesia. Sebagai contoh, pesawat hibah dan 'up-grade' F-16 berjumlah 24 unit, Super Tucano sebanyak 16 unit, dan T50 Golden Eagle sebanyak 16 unit. "Tapi semuanya lagi proses pengiriman."
Karena pembelian alutsista bergerak TNI AU hampir rampung, maka selanjutnya Kementerian Pertahanan bisa fokus membangun kekuatan alutsista tak bergerak seperti radar. Mengenai jumlah pasti, Purnomo belum bisa menentukan. Dia hanya mengatakan pembelian radar bakal bertahap, tergantung kemampuan anggaran dan cara pembayaran yang ditangani Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia menyambut baik rencana Kementerian Pertahanan. Menurut Putu Dunia radar militer baru dibutuhkan bukan untuk memantau wilayah Timur Indonesia, tapi juga wilayah perbatasan. Sebagai contoh Lanud Ranai, Natuna, punya radar militer buatan Prancis. Radar ini mampu menangkap gerak-gerik pesawat berjangkauan 240 mil atau 540 kilometer. Pulau Natuna sendiri berada di ujung Barat Laut Indonesia. Pulau ini berada di Laut Cina Selatan dan berdekatan dengan Vietnam, dan Malaysia.
www.tempo.co