Cari di Blog Ini

Sabtu, 06 September 2014

Hwacha, Multiple Rocket Launcher Pertama Di Dunia

Hwacha (Keranjang Api) adalah sebuah peluncur roket laras ganda (Multiple Rocket Launcher) yang digunakan pada masa Dinasti Joseon (1392-1897) di Korea. Peluncur roket ini memiliki kemampuan untuk menembakkan hingga 200 unit Singijeon, sejenis roket panah api, pada saat yang bersamaan. Hwacha terdiri dari gerobak roda dua yang membawa papan unit peluncur yang penuh dengan lubang di mana Singijeon disisipkan.

Hwacha (Gambar 1). Prokimal Online Kotabumi Lampung Utara
Hwacha (Gambar 1).
Perang modern baru mengenal peluncur roket laras ganda ketika pihak Uni Soviet (Rusia) memperkenalkan dan menggunakan Katyusha dalam Perang Dunia II melawan Nazi Jerman. Katyusha inilah yang disebut-sebut sebagai Peluncur Roket Laras Ganda (Multiple Rocket Launcher) pertama bagi dunia militer modern. Namun sebenarnya bangsa Korea telah menggunakan Peluncur Roket Laras Ganda dalam peperangan, 6 abad yang lalu jauh sebelum kemunculan Katyusha buatan Rusia tersebut.

Sejarah Hwacha

Jauh sebelum pengembangan peluncur roket Hwacha, China memberlakukan pembatasan pada ekspor mesiu ke Joseon Korea dengan alasan bahwa mesiu dan cara pembuatannya merupakan rahasia negara. Sementara itu Korea sangat membutuhkan bahan mesiu untuk mempertahankan dominasi angkatan laut Korea di Laut Jepang untuk melindungi nelayan dan pedagang terhadap meningkatnya serangan kawanan bajak laut dari Jepang dan Wokou.

Untuk memenuhi kebutuhan mesiu, Korea berusaha keras untuk mengembangkan mesiu sendiri. Korea pertama kali memproduksi mesiu pada periode 1374-1376. Pada 1377 seorang sarjana Korea bernama Choe Mu-seon menemukan cara untuk mendapatkan formula pembuatan mesiu dengan cara mengekstraksi kalium nitrat dari tanah dan kemudian menemukan juhwa, roket pertama Korea. Perkembangan lebih lanjut menyebabkan kelahiran dari generasi roket singijeon. Hwacha adalah pengembangan lebih lanjut dari juhwa dan singijeon tersebut. Hwacha pertama kali dikembangkan di Korea pada tahun 1409 oleh beberapa ilmuwan Korea, termasuk Yi Do dan Choi Hae-san, selama kekuasaan Dinasti Joseon.

Hwacha (Gambar 2). Prokimal Online Kotabumi Lampung Utara
Hwacha (Gambar 2).
Selama pemerintahan Raja Sejong, Hwacha dikembangkan lebih lanjut dan dan diproduksi lebih banyak lagi. Catatan menunjukkan bahwa selama kurun waktu tersebut sebanyak 90 unit Hwacha telah digunakan. Raja Sejong yang terkenal karena kontribusinya kepada Hangul, melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan Hwacha dan pada akhir pemerintahannya sebuah Hwacha bisa menembakkan 200 roket panah pada saat yang bersamaan.

Peluncur roket Hwacha yang lebih kuat dan lebih efektif dibuat pada 1451 berdasarkan surat keputusan Raja Munjong. Pada saat itu, 50 unit Hwacha dikerahkan di Hanseong (sekarang Seoul), dan 80 unit Hwacha lainnya di perbatasan utara. Pada akhir 1451, ratusan unit Hwacha dikerahkan di seluruh semenanjung.

Perang Imjin (1592-1598)

Peluncur roket Hwacha banyak dilibatkan pada Perang Imjin yang merupakan invasi Jepang terhadap Korea. Hwacha ditempatkan di benteng-benteng, dan digunakan sebagai senjata pertahanan. Peluncur roket ini membuktikan kehebatannya dalam banyak pertempuran, dan yang paling menonjol adalah dalam Pertempuran Haengju, di mana 3.400 prajurit Korea yang menggunakan Hwacha untuk melawan 30.000 bala tentara Jepang. Pasukan infanteri samurai Jepang yang biasanya menyerang dengan formasi berkumpul rapat kerap menjadi sasaran empuk proyektil-proyektil Singijeon yang ditembakkan dari peluncur roket Hwacha pada pertempuran tersebut.

Hwachas juga digunakan pada armada kapal perang dibawah pimpinan Laksamana Yi Sun-sin untuk menyerang kapal-kapal Jepang dari kejauhan.

Komponen Hwacha

Struktur Hwacha itu sangat mirip dengan gerobak, dengan unit peluncur roket yang terbuat dari kayu dan bisa dibongkar-pasang. Unit peluncur roket ini memiliki 100 sampai 200 lubang silinder, di mana penyala otomatis juga ditempatkan pada unit ini.

Amunisi yang digunakan pada Hwacha mirip dengan panah api kuno buatan China yang terdiri dari panah dengan panjang 1,1 m dengan penambahan tabung kertas mesiu yang menempel pada poros tepat di bawah mata panah. Amunisi atau proyektil yang digunakan peluncur roket Hwacha ini disebut Singijeon. Sekitar 100 proyektil yang dimuat dan diluncurkan dalam satu tembakan, dan memiliki jangkauan tembak hingga 2.000 m.

Singijeon. Prokimal Online Kotabumi Lampung Utara
Singijeon.
Proyektil Hwacha

Berbeda dengan meriam atau mortir yang digunakan dalam peperangan negara-negara barat selama Abad Pertengahan dan abad ke-16, yang menggunakan bola besi yang berat, Hwacha menembakkan panah yang tipis dan ringan, menjadikannya sebagai senjata yang mudah dipindah-pindahkan lokasinya.

Lubang-lubang peluncur pada Hwacha memiliki diameter dengan ukuran antara 2,5 sampai 4 cm, yang memungkinkan roket anak panah untuk ditembakkan. Proyektil Singijeon berupa anak panah kecil dirancang oleh para insinyur militer Korea khusus untuk digunakan pada Hwacha . Anak panah ini dilengkapi kantong bubuk mesiu yang menempel di bagian bawah mata panah. Selain proyektil singijeon, Hwacha juga bisa menembakkan 100 roket berujung baja.

Balistik dan Jangkauan Tembak

Lintasan proyektil Hwacha cukup datar dan seperti proyektil berputar lain yang juga dipengaruhi oleh efek Magnus. Peluncur roket ini dipasang dengan sudut kemiringan hampir 45° untuk memaksimalkan jangkauan. Kondisi cuaca buruk (angin, kelembaban, hujan) selama pertempuran umumnya membuat jarak tembak menjadi sangat terbatas. Jangkauan tembak Hwacha bisa diperpanjang jika senjata ini diletakkan di sebuah bukit atau tempat tinggi lainnya.

Sebuah catatan yang berasal dari Dinasti Joseon pada abad ke-15 menuliskan bahwa pada sebuah percobaan di mana singijeon ditembakkan dari Hwacha sepenuhnya menusuk orang-orangan sawah yang dilindungi dengan baju besi dan perisai, pada kisaran 100 m.

Pengoperasian Hwacha

Hwachas kebanyakan digunakan secara defensif; Namun, beberapa sejarawan Barat dan Asia Timur telah menemukan bahwa dalam beberapa kasus peluncur roket ini digunakan secara ofensif dalam serangan laut ke darat, terutama dalam Pertempuran Noryang, selama perang Imjin pada tahun 1598.

Setelah Hwacha selesai dirakit, operator penembakan akan menggunakan mesiu yang tersimpan dalam kantong yang terikat pada setiap penyala yang akan digunakan untuk masing-masing lubang pada mesin peluncur. Setelah itu, operator dapat mengisi Hwacha dengan panah atau tombak besi dan siap untuk menembak. Untuk melakukannya, mereka mundur, menutup telinga mereka, dan menarik tali untuk setiap penyala.

Di laut, cara penembakannya sedikit berbeda dan lebih kompleks karena operator akan membutuhkan tempat yang stabil untuk menembak. Beberapa operator Hwacha lebih suka berada di geladak pendayung 'di mana mereka bisa menembak dari jendela. Sementara operator penembak yang lain lebih suka berada di dek utama sehingga mereka bisa menembak pada layar kapal musuh.

wikipedia.org