Kementerian Pertahanan sudah bertekad meniadakan peluang korupsi dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Pengawasan pengadaan diperketat. Audit juga dilakukan secara berlapis. Kalau sampai ada mark up dan penyelewengan, itu kebangetan.
Penegasan ini disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam Silaturahmi Menteri Pertahanan dengan Pemimpin Redaksi' di Gedung Jenderal M Jusuf, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2012) malam. Dalam pertemuan ini hadir para pejabat eselon I Kementerian Pertahanan.
Dalam pemaparannya Purnomo menyampaikan antara lain mengenai alutsista yang direncanakan untuk diadakan Kemenhan. Ada anggaran Rp 150 triliun untuk pengadaan alutsista selama lima tahun. Pengadaan alutsista ini sebagian berasal dari dalam negeri, dan sebagian lainnya dari luar negeri.
Menurut Purnomo, pengadaan alutsista dari luar negeri, termasuk 100 tank bekas Leopard dari Belanda, dilakukan secara G to G (government to government). Dengan demikian, kemungkinan permainan pengadaan proyek yang selama ini dilakukan lewat perantara bisa dihilangkan. "Pengawasan juga kami lakukan lebih ketat. Dan pengawasan ini langsung dipimpin oleh tim yang dipimpin Wakil Menteri Pertahanan (Sjafrie Sjamsoeddin)," kata Purnomo.
Sementara itu, Sjafrie Sjamsoeddin mengakui bahwa anggaran Rp 150 triliun untuk pengadaan alutsista selama lima tahun merupakan pil pahit bagi Kemenhan. "Ini pil pahit bagi Kemenhan, tapi ini gula bagi pebisnis persenjataan," kata Sjafrie.
Pengadaan alutsista menjadi beban berat bagi Kemenhan. Karena itu, agar pengadaan alutsista ini berlangsung mulus tanpa ada korupsi dan penyelewengan, Sjafrie memberlakukan tiga kali audit. "Yaitu pre audit, current audit, dan post audit. Dengan adanya tiga lapis audit ini, maka kabangetan kalau sampai ada penyelewengan," jelas Sjafrie. Pengawasan ini juga melibatkan Irjen Kemenhan, BPKP, dan lembaga-lembaga audit lainnya.
Selain proses audit, dalam pengadaan alutsista dari luar negeri, Kemenhan juga memiliki tim survei dan tim negosiasi. "Dalam pengadaan alutsista, kalau memang ada persenjataan yang bagus, tapi tidak cocok digunakan di wilayah kita untuk apa. Tank Leopard misalnya, kami sudah mensurvei bahwa tank berbobot 60 ton ini cocok digunakan di pulau Jawa. Infrastruktur di Pulau Jawa juga memadai. Jadi kami tidak asal beli, kami juga harus mempertimbangkan transfer knowledge-nya," jelas Sjafrie.
Sedangkan tim negosiasi telah melakukan negosiasi harga dengan pemerintah Belanda. "Begitu pemerintah Belanda menawarkan barang, kemudian kami survei bahwa peralatan itu cocok buat negara kita, maka kami melakukan negosiasi. Negosiasi harga dilakukan antara Kementerian Pertahanan Indonesia dengan Belanda," kata Sjafrie.
Hasil negosiasi, anggaran US$ 280 juta yang seharusnya hanya bisa digunakan untuk mendapatkan 44 tank Leopard akhirnya bisa digunakan untuk membeli 100 unit tank Leopard. "Akhir bulan ini, kami akan mengirimkan tim teknis ke Belanda untuk kepentingan ini," kata dia.
www.detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar