Cari di Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2012

Eropa dan Asia akan jadi pasar potensial pesawat tempur tanpa awak

MQ-9 Reaper Drone
Pesawat tempur tanpa awak atau yang dikenal juga dengan sebutan Drone telah membuktikan kendalannya pada beberapa misi militer. Selain itu, Drone memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh pesawat tempur yang dikendarai manusia. Ini memotivasi pihak militer banyak negara untuk memiliki dan mengoperasikan peralatan tempur tersebut. Namun, meskipun sepertinya ada kecenderungan peningkatan dalam belanja militer untuk pengadaan Drone, tindakan pemerintah AS yang mengurangi anggaran militer telah menyebabkan ketidak pastian bagi para pemangku kepentingan industry Drone.

Sebuah laporan yang disusun oleh lembaga Frost & Sullivan dan berjudul "Military Unmanned Aerial Systems Market Assessment" memaparkan bahwa pada periode 2011 – 2020 kemungkinan jumlah total dana untuk keperluan ini mencapai angka US$ 61,37 miliar. Secara global, pendapatan dari industri pesawat tak berawak pada tahun 2010 mencapai angka US$ 4,55 miliar, angka tersebut pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi US$ 7,31 miliar.

Menurut catatan Mahendran Arjunraja, analis senior dari Frost & Sullivan, AS akan mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pesawat tanpa awak. "Meskipun negara ini memiliki rencana untuk meningkatkan persedian hingga lebih dari 35 persen selama sepuluh tahun ke depan, namun pendapatan pasar diperkirakan akan menurun setidaknya hingga tahun 2020. Armada pesawat tanpa awak AS sedang mengalami transisi dari pengadaan untuk menjaga kelangsungan operasional kepada kemungkinan hanya melakukan upgrade pada armada yang sudah ada pada armada yang sudah ada.

Pada saat yang sama, Eropa menghadapi persaingan ketat pada segmen Medium-Altitude Long-Endurance (MALE) UAV. Perusahaan dikawasan tersebut memilih untuk bekerjasama dalam pengembangan Drone. Teknologi Drone memang mahal, sehingga membuat sistem pesawat yang mereka buat masih memiliki kemampuan yang terbatas. Secara garis besar, kawasan Eropa masih menjadi pasar potensial pesawat tempur tanpa awak.

Catatan lain mengatakan bahwa operasi pesawat UAV di Afghanistan diperkirakan akan segera berakhir. Para operator UAV sepertinya tidak berminat lagi mengoperasikan armadanya di kawasan ini. Hal ini tentu saja berdampak langsung bagi pelaku industri UAV. Namun demikian, pengurangan ini sudah dirancang berlangsung secara perlahan untuk jangka panjang.

"Pengurangan anggaran militer AS diperkirakan akan memperlambat pemasaran UAV," kata Arjunraja. "Tapi ini memicu pertumbuhan pasar UAV di Eropa dan Asia".

Pasar UAV militer di Eropa dan Asia akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam sepuluh tahun ke depan. Ini menjadi moment yang tepat bagi produsen dan pemasok UAV untuk mencari peluang pada pasar yang berkembang tersebut.

www.defpro.com