Pangkalan Udara TNI-AU Supadio |
Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dalam perjalanan sejarahnya dimulai dari suatu daerah yang ditutupi oleh hutan belantara. Dengan adanya perkembangan tingkat perekonomian masyarakat di sekitar daerah Kampung Sei./Sungai Durian, terutama di daerah Pelabuhan Motor Sei./Sungai Durian, sehingga menyebabkan perkembangan arus lalu lintas angkutan Sungai Kapuas menjadi meningkat pesat. Kepadatan arus lalulintaspun semakin meningkat padat, apalagi setelah dibukanya jalan raya dari simpang tiga ke Pontianak sehingga semakin padatnya arus lalulintas di Sungai Kapuas maupun di arus lalulintas darat.
Melihat dan mempertimbangkan kondisi arus lalulintas angkutan di sekitar daerah Sei./Sungai Durian yang semakin padat , maka Pemerintah Belanda mulai memikirkan untuk mencari alternatif lain sarana angkutan lalulintas guna mengurangi kepadatan arus lalulintas Sungai Kapuas dengan dasar pertimbangan itu, pihak Pemerintah Belanda berencana untuk membuka lapangan terbang di daerah Sei./Sungai Durian. Pihak Pemerintah Belanda melakukan kesepakatan dengan pihak Kerajaan Pontianak untuk melaksanakan rencana membangun lapangan terbang di daerah Sei./Sungai Durian.
Setelah mendapat kesepakatan dengan pihak Kerajaan Pontianak maka Pihak Kerajaan Pontianak menyerahkan sebagian lahan untuk dipergunakan Pemerintah Belanda didalam membangun lapangan terbang tersebut. Pemerintah Belanda mulai melaksanakan penelitian-penelitian di daerah Sei. Durian, terutama penelitian mengenai struktur tanah dan faktor-faktor kondisi alam di daerah tersebut. Langkah awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda dalam kegiatan penelitian itu, Pemerintah Belanda mendatangkan tenaga-tenaga insinyur dari Belanda.
Pertimbangan lain dari Pemerintah Belanda dalam rencana untuk membangun lapangan terbang di daerah Sei. Durian, apabila dilihat dari pertimbangan faktor strategis pertahanan adalah untuk mempertahankan kekuasaan Pemerintah Belanda di daerah Kalimantan Barat dari pihak Jepang dan para pejuang Republik Indonesia. Pada saat itu pihak Pemerintah Belanda sedang terlibat Perang Dunia II dengan salah satu musuhnya adalah Pemerintah Jepang.
Namun sangat disayangkan rencana Pemerintah Belanda tersebut tidak dapat terlaksanan karena dalam Perang Dunia Ke II Belanda dikalahkan oleh Jepang. Pada masa pendudukan Jepang rencana pembangunan Lapangan Terbang Sungai Durian dilanjutkan sampai dengan selesai. Maksud dari Pemerintah Jepang dalam melanjutkan rencana pembangunan Lapangan tersebut adalah untuk membangun kekuatan udara Jepang di Kalimantan Barat dengan cara penyimpanan pesawat-pesawat tempurnya untuk menunjang berbagai kegiatan penerbangan pesawat-pesawat tempurnya guna melawan kekuatan Sekutu/NICA di daerah Kalimantan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pemerintah Jepang didalam menyimpan semua pesawat-pesawat tempurnya bukan hanya di landasan saja tetapi sampai disekitar landasan yang masih ditumbuhi semak-semak belukar dengan cara penyamaran.
Pada saat lapangan terbang baru selesai dikerjakan maka Pemerintah Jepang mulai melaksanakan uji coba landasan dengan menggunakan pesawat tempurnya. Sewaktu pesawat tempur Jepang itu melaksanakan Take Off, maka pesawat tempur Jepang itu menyenggol Troli pasir yang berada di pingir landasan sehingga pesawat itu mengalami kecelakaan dan mengakibatkan penerbang Jepang meninggal seketika. Untuk menghormati penerbang yang meninggal itu, maka Pemerintah Jepang membangun Tugu/Monumen Jepang dan setiap orang yang akan melewati Tugu/Monumen Jepang itu harus sudah tahu sebelumnya, pada jarak berapa dari Tugu/Monumen Jepang memberi hormat, apabila melakukan kesalahan akan mendapat sangsi tegas dari tentara Jepang yang menjaga Tugu/Monumen Jepang itu.
Apabila ditinjau dari sejarah nama Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian, dari informasi para sesepuh dan data-data yang didapat dari lapangan bahwa pemberian nama itu disesuaikan dengan letak daerah Lapangan Terbang itu berada di daerah Sei./Sungai Durian. Sejarah nama Lapangan terbang Sei./Sungai Durian dimulai kira-kira tahun 1908 Kampung Sungai Durian masih merupakan hutan lebat belantara dan merupakan daerah tertutup yang dahulu dikenal sebagai daerah yang angker, tidak berpenghuni apalagi jalan tikus, yang ada hanya jalan Sungai Kapuas dari Pontianak.
Menurut cerita beberapa orang kampung yang gagah berani yang mencoba hendak menebang hutan di daerah ini, namun tidak berhasil karena hantu kuntilanak sangat ganas dan menakut-nakuti manusia yang berlabuh dipinggir Sei./Sungai Kapuas. Mereka hanya berhasil membabat pinggiran Sei./Sungai Kapuas sampai Muara Sungai Kecil dan mereka menanami pinggiran yang telah dibabat itu dengan menanami pohon-pohon Durian. Setelah pohon-pohon Durian itu kian hari kian bertambah besar maka sejak itu kampung ini dinamakan Kampung Sei./Sungai Durian sampai sekarang. Dengan adanya proses waktu, terutama pada jaman pendudukan Pemerintah Jepang, pohon-pohon Durian itu mulai bertumbangan karena pengaruh erosi Sungai Kapuas.
Setelah Pemerintah Jepang mengalami kekalahan perang dengan pihak Sekutu/NICA pada tahun 1942, maka Indonesia kembali dijajah oleh pihak Sekutu/NICA. Pada waktu Pemerintah Belanda kembali menjajah Indonesia tidak ada usaha untuk membangun kembali Pangkalan Udara Sungai Durian yang sudah dalam kondisi rusak parah akibat dibom oleh pihak Sekutu membonceng Belanda. Mulai tahun 1951 oleh Bangsa Indonesia mulai adanya usaha untuk membangun kembali Lapangan Terbang Sungai Durian dengan memperbaiki kondisi yang telah rusak parah karena sebagian telah berubah menjadi hutan dan sebagian lagi sudah menjadi areal pertanian/ladang.
Adapun pembangunan kembali Pangkalan Udara Sungai Durian dimulai dari pembentukan Perwakilan Singkawang I sampai menjadi Pos Penghubung. Peningkatan pembangunan Lapangan Terbang Sei/Sungai Durian, dimulai pada saat hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah terjadi konfrontasi. Pemerintah Indonesia melaksanakan persiapan operasi Dwikora dan mulai dilaksanakan gelar kekuatan pesawat terbang dan pasukan, untuk dapat menampung semua kekuatan maka diadakan peningkatan pembangunan lapangan Terbang Sei/sungai Durian dalam waktu cukup singkat.
Dengan adanya pelaksanaan kegiatan persiapan operasi Dwikora dan pembangunan kemampuan Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian maka Lapangan Terbang Sei/Sungai Durian menjadi sibuk, ditambah lagi adanya gelar pasukan. Rencana dari Pemerintah Indonesia bahwa Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian akan dijadikan Pangkalan Aju/Operasi karena letak Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian yang berhadapan langsung dengan negara Malaysia. Dalam perkembangan selanjutnya, sejarah Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian mengalami banyak rangkaian proses perubahan, mulai dari perubahan peningkatan status atau tipe, perubahan perggantian nama, bahkan sampai dengan perubahan status.
Adapun perubahan status/peningkatan tipe dari Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian sampai saat ini adalah menjadi tipe B dan mulai tahun 1969 nama Pangkalan Udara Sei./Sungai Durian
berubah nama menjadi Pangkalan TNI-AU Supadio. Dengan berubahnya statusnya menjadi tipe Bmaka Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio memiliki 1 (satu) Skadron pesawat tempur, itu Skadron Udara 1 yang memiliki kekuatan 18 pesawat Hawk Mk 109/209 dan akhirnya Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio memiliki kemampuan menjadi pangkalan operasi.
Skadron Udara 1 memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang, dari awal sampai akhirnya dipindahkan ke Pangkalan TNI-AU Supadio. Proses didalam menyiapkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemindahan Skadron Udara 1 dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Abdurachman Saleh ke Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio mengalami proses perjalanan sejarah yang cukup lama. Proses pemindahan Skadron Udara 1 ini. Diawali pada tanggal 29 April 1999 dalam tahap pertama kedatangan 2 (dua) buah pesawat Hawk MK 209 menempati pos baru di Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dan bulan Nopember 1999 seluruh armada yang memperkuat Skadron Udara 1 telah datang.
Bersamaan dengan penempatan Skadron Udara 1 di Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio maka Pangkalan TNI Angkatan Udara Pekanbaru memiliki Skadron Udara 12 dengan mengawaki pesawat yang sama. Pimpinan mengharapkan antara Skadron Udara 1 dengan Skadron Udara 12 dapat menjalin kerjasama dengan baik dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Dengan adanya kerjasama yang baik, maka untuk memperkuat pengamanan diwilayah Indonesia bagian Barat dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga perkiraan ancaman yang datangnya dari Corong Barat dan Corong Utara dapat ditangkal dan secara umum dapat menjaga kedaulatan negara Republik Indonesia di wilayah udara nasional.
www.tni-au.mil.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar